Malaikat
pelindung, yang biasanya berjalan tak kelihatan di muka dan di belakangnya,
kini kelihatan seperti polisi.
Mereka menyeret, memukulnya dengan tongkat sambi membentak,
”Pergi kau, O anjing, ke kandangmu!”
”Pergi kau, O anjing, ke kandangmu!”
Dia berpaling ke Hadirat Yang Maha Suci: air matanya bercucuran bagai hujan
musim gugur. Selain harapan-apa lagi yang dia miliki?
Maka dari Tuhan di kerajaan Cahaya datanglah titah-"Katakan kepadanya:
’iniah imbalan bagi orang yang tak pernah berbuat kebajikan,
Kau telah melihat catatan hitam dosa-dosamu. Apa lagi yang kauinginkan? Mengapa
kau tetap tinggal di situ dalam kesia-siaan?”
Dia menjawab, ” Tuhan, Engkau lebih mengetahui, aku ratusan kali lebih buruk
daripada yang telah Engkau nyatakan; Namun di balik upaya dan tindakanku, di balik kebaikan dan kejahatanku, serta
di balik iman dan kufurku, Bahkan di balik hidupku yang lurus maupun menyimpang-sungguh kumohon akan
Kasih-Sayang-Mu. Kembali kupalingkan diriku pada Karunia suci, tak kuperhatikan seluruh amal
diriku. Engkau memberiku wujud sebagai jubah kehormatanku: aku selalu menyandarkan diri
pada kasih-sayang itu.”
Ketika dia mengakui semua dosanya, Tuhan berfirman kepada Malaikat,
”Bawa dia
kembali, karena dia tidak pernah kehilangan harapan pada-Ku. Sebagai seorang yang mempedulikan kesia-siaan, Aku akan membebaskannya dan
menghapuskan seluruh pelanggarannya.
Aku akan menyalakan api Rahmat yang setidak-tidaknya perciknya saja dapat
menghabiskan seluruh dosa dan beban serta kemauan bebasnya.
Aku akan meletakkan api di rumah Manusia dan membuat duri-durinya bagai kuntum
bunga-bunga mawar.”
No comments:
Post a Comment